Hikmah Zuhud

Tersebutlah kealiman dan kezuhudan Imam Hasan Al Bashri. Meski dia kaya dan bergelimang harta. Namun hidupnya tak pernah jauh dari masjid dan majelis taklim.

Berita tentang ulama itu akhirnya sampai juga kepada seorang pemuda yang sedang bersemangat menuntut ilmu. Pemuda itu sangat tertarik untuk belajar tentang hakikat zuhud kepada ulama yang terkenal itu.

Segera pemuda itu merencanakan perjalanan ke baghdad, bekal dipersiapkan dan pertanyaan-pertanyaan pun telah ditulis untuk diajukan kepada ulama calon gurunya itu.

akhirnya berangkatlah pemuda itu dengan hati yang gembira dan perasaan yang beraduk dengan penasaran. “Seperti apakah ulama zuhud yang terkenal itu…?” pikirnya.

Bertanya di setiap simpang jalan, berlari kecil mengejar seseorang jika ia melihat seorang berpakaian seperti seorang ahli ibadah, bertanya-tanya dalam hati dan tentu saja beristirahat ketika ia lelah. itulah yang dilakukannya di perjalanan.

Tibalah pemuda itu di sebuah pasar di tepi kota. Pemuda itu bertanya pada seorang pedagang: “Pak, apakah bapak tahu di mana rumah syekh Hasan Al-Bashri?”

Pedagang itu menjawab: “Hampir semua orang di sini tahu tentang beliau, Rumahnya di ujung belokan sebelah kanan jalan”.

Pemuda itu langsung bergegas menuju alamat yang pedagang tadi sebutkan, dan betapa terkejutnya ketika ia melihat sebuah rumah yang sangat besar dengan pagar yang tinggi lengkap dengan penjaga dan pos satpamnya.

Pemuda itu bergumam: “Masa iya seorang zuhud mempunyai rumah sebesar ini dengan para pembantu yang banyak? ah, jangan-jangan aku ditipu oleh orang-orang yang menyebarkan berita tentangnya”. pemuda itu mulai ragu, ia membalikkan badannya berniat ingin pulang.

Ketika baru saja melangkahkan kaki, seorang kusir memanggilnya.
Kusir: “Hai Pemuda, apakah engkau ingin bertemu dengan Syekh Hasan Al-Bashri?”
Pemuda: “Tadinya aku berharap demikian, aku ingin sekali belajar tentang zuhud darinya, tapi setelah aku melihat apa yang dia punya, harta yang melimpah dan pengawal serta pembantu rumahnya yang banyak, lebih baik aku pulang saja”.
Kusir: “Tuan memang sedang tidak ada. Tapi, Biarlah aku mengantarmu sambil kita berjalan-jalan dahulu mengelilingi kota baghdad agar perjalananmu sedikit tak sia-sia”
Pemuda: “Baiklah, Terima kasih tumpangannya”.
Kusir: “Silakan naik, di dekat tempat duduk ada gelas berisi air, tolong engkau pegang dengan kedua tanganmu agar air tak tumpah”.
Pemuda: “Baiklah…”

Kusir tersebut membawa pemuda itu berkeliling kota baghdad yang gemerlap, kota 1001 malam yang sangat mengesankan, kota ilmu pengetahuan yang selalu ingin dikunjungi setiap penuntut ilmu. Akhirnya mereka sampai di perbatasan kota.

Kusir: “Bagaimana pendapatmu tentang kota baghdad? Indah dan ramai sekali bukan…?”
Pemuda: “Bagaimana aku bisa melihat sedangkan mataku tertuju pada gelas yang aku pegangi. Aku sama sekali tak sempat melihat keluar untuk menyaksikan indahnya kota baghdad!”
Kusir: “Itulah perumpamaan zuhud, walaupun kau tahu gemerlapnya dunia, namun kau tetap memfokuskan segalanya kepada Allah semata”

Pemuda tersebut terkejut dengan perkataan sang kusir, ternyata pembantu rumah Hasan Al-Bashri saja sudah dapat memberikan apa yang dia cari tentang hakikat zuhud yang sebenarnya. Dia mulai menitikkan air mata karena kesombongannya, karena segala sangkaan buruk kepada sang ulama.

Bahwa ternyata Zuhud bukan paksaan dan bukan pula karena kepepet. Zuhud adalah pilihan hidup. Demikianlah terungkap betapa kekayaan harta yang dimiliki Hasal Al-Basri tidak menghalanginya untuk tetap menampilkan sikap hidup yang sederhana dengan akhlak yang terbaik.

0 Response to "Hikmah Zuhud"

Posting Komentar